Spesies ikan purba (Coelacanth) kembali terlihat di dasar Laut Sulawesi selama ekspedisi penelitian yang dilakukan antara 31 Maret hingga 4 Juni 2008. Para peneliti dari Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengentahuan Indonesia (LIPI) dan Aquamarine Fukushima Jepang berhasil merekam keberadaannya menggunakan kamera bawah air yang dibawa remotely operated vehicle (ROV).
Ikan yang ditemukan di perairan Sulawesi Tengah pada kedalaman 157 meter merupakan Coelacanth kelima yang pernah terlihat di perairan Indonesia. Coelacanth di Sulawesi dilihat pertama kali oleh Mark V. Erdmann dari University of California di Berkeley, AS dan istrinya Arnaz Mehta pada 1997 dalam keadaan mati dan dijual pada sebuah pasar tradisional di Manado, Sulawesi Utara..
Baru pada 30 Juli 1998, Erdmann berhasil memperoleh seekor ikan sepanjang sekitar 1,5 meter dan seberat 45 kilogram yang ditangkap jaring nelayan di sekitar Pulau Manado Tua, Selawesi Utara. Ikan yang sempat hidup selama sekitar tiga jam berhasil didokumentasikan dan diamankan sebelum dikirim ke laboratorium LIPI dan sekarang disimpan di Gedung Zoologi, Pusat Penelitan Biologi LIPI Cibinong, Kabupaten Bogor.
Dua ekor Coelacanth lainnya berhasil terekam di kedalaman 145 meter dasar laut Sulawesi pada tahun 1999 selama ekspedisi yang dilakukan para peneliti dari Max Planc Institutemenggunakan kapal Baruna Jaya VIII. Meskipun hanya rekaman video, temuan-temuan selanjutnya tetap menggemparkan dunia.
Tubuh Coelacanth bersisik tajam. Ikan berwarna gelap dan memiliki sirip empat seperti kaki ini tidak membiarkan telurnya menetas di luar tubuh seperti ikan lazimnya. Telur yang telah dibuahi akan ditelan dan anak-anaknya baru dikeluarkan setelah telur menetas.
Fosil hidup
Penemuan ini menjadi menarik sebab spesies ikan ini tidak mengalami perubahan anatomitubuh selama jutaan tahun. Fosil Coelacanth termuda berusia 70 juta tahun dan yang tertua 360 juta tahun. Ikan tersebut sebelumnya diduga telah punah sebelum ditemukan kembali di pantai timur Afrika pada 1939.
Pada penelitian berikutnya, ikan yang diberi nama Latimeria chalumnae Smith juga ditemukan di sekitar Kepulauan Komoro di Samudera Hindia, Mozambik, dan Madagaskar. Populasi Coelacanth juga ditemukan di Pantai Sodwana pada November 2000.
"Sedangkan Coelacanth yang ditemukan di Indonesia memiliki sifat genetika yang berbeda dengan Coelacanth yang ditemukan di Afrika. Selain itu, hasil analisis DNA menunjukkan bahwa ikan yang hidup di Indonesia lebih tua dari ikan di Afrika," kata salah satu peneliti, Dr. M. Kasim Moosa, Pakar Biologi Laut dari LIPI, dalam jumpa pers 100 tahun Lembaga Penelitian Bidang Ilmu Kelautan LIPI di Jakarta.
Para peneliti yang menemukannya mengusulkan nama Latimeria manadoensis untuk membedakannya. Menurut Kasim, Coelacanth kemungkinan sebagai cikal bakal makhluk berkaki empat yang hidup di darat. Coelacanth memiliki hubungan evolusi yang erat dengan ikan pertama yang hidup di pantai sebelum hidup di darat sekitar 360 juta tahun lalu.
"Asal mula ikan yang di Afrika mungkin berasal dari Indonesia dan ada kemungkinan ikan-ikan tersebut hidup selain di Sulawesi, misalnya Filipina atau wilayah lainnya," lanjut Kasim.
LIPI berencana untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui lebih banyak mengenai persebaran spesies ikan tersebut.
Ikan yang ditemukan di perairan Sulawesi Tengah pada kedalaman 157 meter merupakan Coelacanth kelima yang pernah terlihat di perairan Indonesia. Coelacanth di Sulawesi dilihat pertama kali oleh Mark V. Erdmann dari University of California di Berkeley, AS dan istrinya Arnaz Mehta pada 1997 dalam keadaan mati dan dijual pada sebuah pasar tradisional di Manado, Sulawesi Utara..
Baru pada 30 Juli 1998, Erdmann berhasil memperoleh seekor ikan sepanjang sekitar 1,5 meter dan seberat 45 kilogram yang ditangkap jaring nelayan di sekitar Pulau Manado Tua, Selawesi Utara. Ikan yang sempat hidup selama sekitar tiga jam berhasil didokumentasikan dan diamankan sebelum dikirim ke laboratorium LIPI dan sekarang disimpan di Gedung Zoologi, Pusat Penelitan Biologi LIPI Cibinong, Kabupaten Bogor.
Dua ekor Coelacanth lainnya berhasil terekam di kedalaman 145 meter dasar laut Sulawesi pada tahun 1999 selama ekspedisi yang dilakukan para peneliti dari Max Planc Institutemenggunakan kapal Baruna Jaya VIII. Meskipun hanya rekaman video, temuan-temuan selanjutnya tetap menggemparkan dunia.
Tubuh Coelacanth bersisik tajam. Ikan berwarna gelap dan memiliki sirip empat seperti kaki ini tidak membiarkan telurnya menetas di luar tubuh seperti ikan lazimnya. Telur yang telah dibuahi akan ditelan dan anak-anaknya baru dikeluarkan setelah telur menetas.
Fosil hidup
Penemuan ini menjadi menarik sebab spesies ikan ini tidak mengalami perubahan anatomitubuh selama jutaan tahun. Fosil Coelacanth termuda berusia 70 juta tahun dan yang tertua 360 juta tahun. Ikan tersebut sebelumnya diduga telah punah sebelum ditemukan kembali di pantai timur Afrika pada 1939.
Pada penelitian berikutnya, ikan yang diberi nama Latimeria chalumnae Smith juga ditemukan di sekitar Kepulauan Komoro di Samudera Hindia, Mozambik, dan Madagaskar. Populasi Coelacanth juga ditemukan di Pantai Sodwana pada November 2000.
"Sedangkan Coelacanth yang ditemukan di Indonesia memiliki sifat genetika yang berbeda dengan Coelacanth yang ditemukan di Afrika. Selain itu, hasil analisis DNA menunjukkan bahwa ikan yang hidup di Indonesia lebih tua dari ikan di Afrika," kata salah satu peneliti, Dr. M. Kasim Moosa, Pakar Biologi Laut dari LIPI, dalam jumpa pers 100 tahun Lembaga Penelitian Bidang Ilmu Kelautan LIPI di Jakarta.
Para peneliti yang menemukannya mengusulkan nama Latimeria manadoensis untuk membedakannya. Menurut Kasim, Coelacanth kemungkinan sebagai cikal bakal makhluk berkaki empat yang hidup di darat. Coelacanth memiliki hubungan evolusi yang erat dengan ikan pertama yang hidup di pantai sebelum hidup di darat sekitar 360 juta tahun lalu.
"Asal mula ikan yang di Afrika mungkin berasal dari Indonesia dan ada kemungkinan ikan-ikan tersebut hidup selain di Sulawesi, misalnya Filipina atau wilayah lainnya," lanjut Kasim.
LIPI berencana untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui lebih banyak mengenai persebaran spesies ikan tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar